September 22, 2025

Tahukah Kamu, Rafting Dulunya Bukan untuk Wisata Tapi Angkut Barang di Sungai

Saat Anda berteriak kegirangan di atas perahu karet yang meliuk-liuk di antara jeram, pernahkah terbayang bahwa aktivitas ini dulunya bukanlah sebuah rekreasi? Jauh sebelum menjadi olahraga petualangan modern, rafting atau arung jeram lahir pada abad ke-19 sebagai metode transportasi fungsional untuk mengangkut barang di sungai-sungai liar Amerika. Inilah kisah evolusi luar biasa dari sebuah rakit kayu sederhana menjadi industri pariwisata global yang kini digandrungi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Tahukah Kamu, Rafting Dulunya Bukan untuk Wisata Tapi Angkut Barang di Sungai

Bagi generasi milenial dan Gen Z, rafting adalah sinonim dari liburan seru, team building, dan konten media sosial yang memacu adrenalin. Namun, di balik citra modern tersebut, tersimpan DNA kerja keras dan perjuangan untuk bertahan hidup. Konteks lahirnya aktivitas ini bukanlah pencarian hiburan, melainkan pemecahan masalah fundamental: bagaimana cara menaklukkan sungai yang deras ketika belum ada jalan raya atau jembatan.

Sungai adalah jalan raya pertama peradaban, namun arusnya yang liar adalah tantangan besar. Kebutuhan untuk mengangkut hasil hutan, tambang, dan logistik lainnya di daerah terpencil menjadi alasan (Why) utama manusia pertama kali memberanikan diri mengarungi jeram.

Akar Fungsional: Rakit Kayu di Sungai Liar

Jauh sebelum ada perahu karet, helm, dan pelampung, arung jeram dilakukan dengan teknologi paling dasar: rakit yang terbuat dari balok-balok kayu yang diikat menjadi satu. Aktivitas ini sangat berisiko dan murni untuk tujuan ekonomi.

Ekspedisi Legendaris John Wesley Powell

Salah satu momen paling ikonik dalam sejarah pengarungan sungai terjadi pada tahun 1869. Seorang geolog dan penjelajah bernama John Wesley Powell memimpin ekspedisi pertama menyusuri Sungai Colorado dan Grand Canyon di Amerika Serikat. Menggunakan perahu kayu sederhana, ekspedisinya yang bertujuan untuk pemetaan ilmiah ini secara tidak sengaja menjadi cikal bakal dari petualangan arung jeram modern, membuktikan bahwa sungai paling liar sekalipun bisa diarungi.

Tahukah Kamu, Rafting Dulunya Bukan untuk Wisata Tapi Angkut Barang di Sungai

Titik Balik: Dari Kebutuhan Perang ke Rekreasi

Transformasi besar terjadi pada pertengahan abad ke-20. Teknologi yang dikembangkan untuk perang justru membuka pintu bagi era baru rekreasi di sungai.

Lahirnya Perahu Karet Modern

Seperti halnya Jeep di dunia offroad darat, perahu karet adalah warisan dari Perang Dunia II. Militer membutuhkan perahu pendarat yang ringan, kuat, dan bisa dikempiskan. Setelah perang usai, perahu-perahu karet surplus ini mulai dimanfaatkan oleh para petualang untuk mengarungi sungai. Perahu karet terbukti jauh lebih aman, stabil, dan lincah dibandingkan rakit kayu, sehingga mengubah wajah arung jeram selamanya.

Era 1970-an: Olahraga Dilahirkan

Berkat inovasi perahu karet, arung jeram mulai diakses oleh masyarakat luas. Pada era 1970-an, perusahaan-perusahaan wisata arung jeram komersial pertama mulai bermunculan di Amerika. Aktivitas ini secara resmi beralih dari domain para penjelajah ekstrem menjadi sebuah olahraga dan rekreasi yang bisa dinikmati banyak orang, lengkap dengan standar keselamatan dan pemandu profesional.

Arus Petualangan Tiba di Indonesia

Semangat petualangan ini akhirnya tiba di kepulauan Indonesia, yang diberkahi dengan ribuan sungai berarus deras yang potensial.

Dipicu oleh Semangat Pecinta Alam

Pada era 1980-an hingga 1990-an, para pegiat alam dari organisasi seperti Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) dan Wanadri menjadi perintis arung jeram di Indonesia. Merekalah yang dengan peralatan terbatas mulai memetakan dan "membuka" jalur-jalur sungai yang kini menjadi destinasi populer.

Sungai Lokal, Panggung Petualangan

Dari hasil eksplorasi mereka, lahirlah destinasi-destinasi ikonik. Sungai Citarik di Jawa Barat menjadi salah satu pusat arung jeram pertama. Di Bali, Sungai Ayung menawarkan keindahan alam. Sementara di Jawa Timur, Sungai Pekalen di Probolinggo (dekat dari Malang) menjadi favorit karena jeramnya yang menantang dan pemandangan guanya yang unik.


Vendor Outbound Batu Malang

Implikasi Bagi Petualang Modern

Memahami sejarah panjang ini memberikan makna lebih dalam pada setiap dayungan yang kita lakukan hari ini.

Menghargai Inovasi dan Keselamatan

Setiap peralatan yang kita gunakan—mulai dari perahu self-bailing (bisa mengeluarkan air sendiri), dayung ringan, helm, hingga pelampung—adalah hasil dari evolusi dan pembelajaran selama puluhan tahun, sering kali dari kecelakaan tragis di masa lalu. Menghargai sejarah ini membuat kita lebih patuh dan menghormati prosedur keselamatan.

Menyambung Warisan Para Penjelajah

Suryo "Gondrong" Baskoro, salah satu perintis arung jeram di Jawa Timur, berbagi pandangannya.

"Setiap kali saya membawa anak-anak muda ke sungai, saya selalu bilang: kita bukan yang pertama. Sebelum kita, ada para penebang kayu, penambang, dan penjelajah yang mempertaruhkan nyawa di sini. Kita melanjutkan semangat mereka, tapi dengan cara yang lebih aman dan untuk bersenang-senang. Ada rasa hormat pada sungai dan sejarahnya."

Bagi generasi sekarang, setiap perjalanan arung jeram adalah cara untuk terhubung dengan jiwa penjelajah para pendahulu kita, merasakan tantangan yang sama, namun dengan keamanan yang jauh lebih baik.

Dari sebuah metode transportasi yang berbahaya di abad ke-19 hingga menjadi industri pariwisata global yang menyenangkan, perjalanan sejarah arung jeram adalah cerminan dari inovasi dan hasrat manusia untuk berpetualang. Ia telah mengubah sungai dari sekadar jalur fungsional menjadi sebuah taman bermain yang menantang. Jadi, saat berikutnya Anda merasakan adrenalin saat perahu karet menuruni jeram, ingatlah bahwa Anda adalah bagian dari sebuah warisan panjang para pemberani yang telah mengarungi arus jauh sebelum kita.


Penulis :Alfarizi (Riz) 

Postingan Terkait